Minggu, 28 Juni 2015

Seperti ikan mencintai lautnya

Aku mengelilingimu di birunya samudra rindu
Menggapai oksigen di permukaannya
lalu terlepas lagi di luasnya kehampaan



Riana. Wanita hampir kepala tiga ini sudah sepuluh tahun mencintai prianya. Walaupun sang pria sudah punya anak dua pun tak akan hilang cinta Riana. Kenapa Riana tak berhenti mencintainya? Karena Riana seperti ikan, seperti ikan yang mencintai lautnya. Tempat ia hidup dan bernafas. Istri sang pria pun tau sebesar apa cinta Riana dan sesayang apa suaminya pada seorang Riana muda. Riana muda, Riana yang dulu. Riana sudah hampir masanya, masa dimana ia seharusnya bahagia bersama keluarga. Sebuah keluarga yang mampu saling membahagiakan. Tetapi ia masih terjebak di masa lalunya.

Riana muda. Riana yang sangat aktif. Dalam hal apapun. Bahkan saat masa masa kuliahnya, ia bisa lebih sibuk dari ayahnya yang seorang pegawai negeri. Sangat produktif, bahkan ayah ibunya tak tau bagaimana otak anaknya itu dibuat. Pertama kali ia bertemu Bian Abiyaka saat masa orientasi maba di kampusnya. Ia bahkan tak tau kalau dikampusnya ada seorang lelaki yang sangat lovable seperti itu. Mungkin saking acuhnya Riana terhadap hidupnya sendiri, dan malah mengurusi hidup oranglain. Bian Abiyaka memang satu kampus, tetapi ternyata beda angkatan. Bian orang baik. Bian orang yang perhatian, Bian orang yang ramah. Bian orang pertama yang menyentuh hati Riana, Bian.... Saat itu hidup Riana hanya tentang Bian, Bian, Bian, dan Bian.

Sekarang hidup Riana masih penuh dengan Bian. Hanya saja tidak dengan Bian. Ia sudah bahagia, bersama keluarga kecilnya. Riana sudah tidak muda, walaupun sibuknya masih sama dengan waktu dulu. Ia seorang dokter spesialis kejiwaan. Jadwalnya di RS bahkan lebih gila dari pada jadwal rapat rapat organisasi waktu dulu saat kuliah. Dan siang ini, ia kedapatan pasien tak diduga. Seorang pria, yang yaah walaupun sehat bugar dengan sekali lihat. Ia terlihat sangat mapan. Tetapi tidak dengan raut wajah seperti itu. Pucat, dengan kantung mata yang sangat hitam, pandangannya kosong, dan menggigit bibirnya hingga berdarah.


Ya segini dulu.... :D

Sabtu, 27 Juni 2015

just another time, when im feeling alone in the dark.

Melihat reflek diri ini membuat ingin tertawa
Seharusnya aku menghibur saja
Aku percaya kau pasti tertawa
Dengan semua sarkasme yang kau buat
Menuding semua pembenaran
Yang menyalahkan segala argumen

Disesalkannya perkataannya
Apakah iya?
Terpuruklah dia menjadi fana
Matilah ia di masanya yang kelam
Membusuk dengan segala cacian
Dan terbang ke nirwananya
Tenang diatas sana

Gerak Pembaruan

Digerogoti rindu
Hati ini membusuk menjadi butiran semu
Melebur menjadi debu
Pilu yang sendu
Merasuk di sela sela sendi merobek
Ligamen ligamen menjadi serabut serabut luka

Berbenah diri
Menyiapkan hati untuk masa masa
Dimana bekas pahatan itu tergantikan
Oleh jejak jejak manusia baru

Jumat, 05 Juni 2015

Puisi dari sang mati (2)

Puisi dari sang mati
yang kemudian berlalu pergi
Tidak tahu apakah ia datang atau kembali

Blok persegi yang mempunyai sisi sisi
Kelihatannya memiliki arti
Tapi seperti kamu
yang tidak sama sekali

Puisi dari sang mati
entah jiwa atau raga
Pesannya kepada dunianya
Aku pergi tak akan kembali


Kamis, 04 Juni 2015

Puisi dari sang mati

Sepertinya darahku tersedot keluar
Meninggalkan jejak-jejak kehilangan
Guratan luka di sisi kanan dada
menggorok cabikan sayatan hati
Menunggu lelahnya malam
aku berdendang lagu kematian

Juri-juri alam baka berdatangan bagai akan berperang
"Oh liat! Ada yang akan mati!"

Dibiarkannya tergelak bergumul dengan darahnya sendiri
Lalu diacuhkannya luka luka
Matikan saja aku

Matikan saja aku!
Biarkan aku terhempas kedalam legendamu

Kita memang pernah

Aku tau kita pernah
kita pernah ada
Walaupun tak lama

Aku tau kita pernah
kita pernah saling mengisi
Walau saling berdiam diri

Aku tau kita pernah
kita pernah saling membahagiakan
Walaupun bahagia itu jadi beban