Rabu, 01 Mei 2019

Ini Bukan Masalah, Masalah Ini Bukan 2

Kehidupan perantuan ini mengejutkan.

Saya tidak merencanakan apapun dengan kehidupan perantauan ini. Pun saya tidak membayangkan akan berkuliah di luar kota. Yang saya tahu saat itu, saya akan kuliah di kota kelahiran saya sendiri. Tetapi rencana saya bukanlah rencana terbaik yang Tuhan miliki. Tuhan memiliki rencana yang lebih menantang bagi saya, yang lebih baik, dan lebih menarik. Bagi saya yang mudah untuk diprovokator, berdarah panas, saya terima tantangan ini. Berangkatlah saya ke kota perantauan saya, Malang.

Sebelum saya menetap di Malang, saya Bersama keluarga saya berangkat dahulu ke Malang untuk mencari kos-kosan dan melihat situasi dan kondisi di Malang. Bagaimana rute saya ke kampus, mencari spot-spot penting seperti apotek, warung, mini market, pom bensin, dan lain-lain. Selain itu saya juga mengunjungi calon kampus saya saat itu, FISIP UB. Setelah saya menemukan kos-kosan yang dirasa masuk di kantong dan menurut saya sendiri nyaman, kos itulah yang nanti akan menjadi rumah kedua.

Pulang kami Jogja saya gunakan untuk melegawakan hati. Bertemu dengan kawan-kawan, bertemu dengan guru-guru, bercengkrama dengan keluarga dan kucing-kucing saya, juga packing barang-barang untuk pindah. Hari keberangkatan pun tiba. Saat itu, ibu saya sedang tidak berada di Jogja. Saya diantar oleh ayah dan kakak ke Stasiun Tugu Jogjakarta. Sampai situ pun kami tidak banyak berbasa-basi, saya langsung diantarkan ke gerbang Utama dan turun setelah berpamitan. Hati saya seperti hampa. Saya masih merasa, "Oh, nanti saya juga akan pulang.". Tapi ketika kereta melaju, saya baru sadar. Tantangan ini resmi dimulai.

Sesampainya di Stasiun Malang, saya dijemput oleh mbak kos saya, Disitu saya masih merasa linglung, saya berpikir bahwa ini belum nyata. Setelah sampai di kos, saya masuk ke dalam kamar. Kamar yang masih merasa kosong karena belum semua barang ditata dan dibereskan. Saya merenung di kamar. Antara ingin menangis karena sepi, tetapi juga mau apa lagi ini sudah terjadi. Hati saya merasa masih belum ikhlas untuk menjalani. Tetapi satu hal yang saya ingat, keluarga. Saya tidak akan menyelesaikan apapun, saya tidak akan pulang, saya tidak akan cepat selesai kalua saya tidak bangkit. Saya pun tidur sejenak dan kemudian bergegas bangun untuk beraktivitas.

-to be continued....

Rabu, 24 April 2019

Masalah Itu Bukan, Ini Bukan Masalah

Juli 2018, bulan dimana kehidupan saya berubah. 

Saya bukan seperti teman saya yang lain, seorang pekerja keras dalam hal belajar dan mencapai cita-cita. Saya bukan seperti teman saya yang lain, punya tujuan jelas dan tahu ingin menjadi apa. Saya bukan seperti teman saya yang lain, yang punya rencana kedepan dan berusaha dengan sekuat tenaga. Saya adalah saya. Seorang perempuan yang hanya mengandalkan keberuntungan dan pengetahuan yang seadanya.

Setelah saya, yang bahkan tidak masuk dalam seleksi SNMPTN 2018, gagal dalam SBMPTN 2018 dan tidak lulus ujian mandiri sebuah universitas, saya menjadi berpikir. Apa yang salah? Yang salah ternyata saya. Saya yang salah. Tidak berusaha, tidak memiliki target, tidak berdoa dengan keras, dan tidak memiliki niat. Awalnya saya menangis, dengan keras, menyesali apa yang sudah tidak bisa diperbuat lagi. Namun saya berpikir, saya memang salah. Bukan sesuatu yang pantas untuk ditangisi, dimana saya harusnya merasa malu. Ditolak hanya dua kali, apakah disitu saya harus merasa gagal? 

Tetapi itu terbayar sudah. Juli 2018, saya mencoba untuk mendaftar Seleksi Mandiri Universitas Brawijaya 2018. Seleksi Mandiri Universitas Brawijaya 2018 menggunakan data nilai yang diperoleh pada SBMPTN 2018. Disitu saya sudah pasrah, dengan pilihan nomor satu Hubungan Internasional dan nomor dua Psikologi. Saya tidak berpikir untuk memiliki ambisi yang kuat pada saat itu. Saya hanya merasa pasrah.

Kemudian pada suatu siang di Juli 2018, ada pengumuman bahwa hasil Seleksi Mandiri sudah dapat diakses. Ternyata jadwal pengumuman hasil dimajukan. Saya tidak ada persiapan apapun untuk mengakses hasil Seleksi Mandiri, yang walaupun sebenarnya tidak membutuhkan persiapan apapun yang berarti. Karena pada saat saya mendaftar Seleksi Mandiri dengan keadaan hati yang pasrah, saya pun langsung membuka website pengumuman hasil Seleksi Mandiri Universitas Brawijaya 2018. Setelah dua kali gagal login, hati dan pikiran saya sudah tidak karuan.

Saya mengajak Ibu untuk menemani saya login yang ketiga kalinya. Saya baca perlahan kata-kata yang tertulis di layar laptop. Diterima di FISIP - Hubungan Internasional. Saya baca berulang-ulang. Ibu saya sudah menangis memeluk saya. Kutunaikan sujud syukur ketika sadar bahwa saya benar-benar sudah diterima. Saya diterima. Akhirnya.

Ternyata tuhan Yang Maha Esa masih memberikan saya pintu lain. Sebuah kesempatan yang saya beranikan untuk ambil. Suatu kesempatan yang teramat sangat berharga. Kesempatan yang akan membawa perubahan kedalam hidup saya. Ternyata tuhan punya rencana lain. Rencana yang sangat tidak terbayangkan sebelumnya. Menjalani kehidupan di perantauan.

-to be continued...

Sabtu, 19 Januari 2019

Hello pre-World

Halo, saya Amalia Permata Insani, yang di unggahan sebelumnya menuliskan sudah memasuki umur 17 tahun. Mengejutkannya, saya saat ini sudah memasuki umur 20 tahun. Time flies so fast enough that i dont realize how i use my life.

Semangat kuliah di HI UB, jangan lupa realisasikan lagumu yang sudah kamu tulis, pertahankan ip mu, forgive yourself for what happened in the past, be the good person, ayo berubah, tetap kuat, tetap sehat!

With love, the almost 20 me.